Jumat, 28 Maret 2014

Cara Komunikasi Efektif di Dunia Perbankan

Manusia telah berkomunikasi selama puluhan ribu tahun. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian besar waktu jaga manusia digunakan untuk berkomunikasi. Meskipun demikian, ketika manusia dilahirkan tidak dengan sendirinya dibekali dengan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Sebagai seorang Bankir harus memahami dan mempraktekan Ilmu Komunikasi yang Efektif di Tempat Kerja karena merupakan syarat wajib yang harus dimiliki oleh seorang bankir diantaranya sebagai salah satu Standar Layanan Perbankan


cara berkomunikasi yang efektif cara berkomunikasi yang efektif


Suatu komunikasi dapat dianggap efektif paling tidak harus menghasilkan 5 hal, yaitu: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan (Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss), sebagaimana yang dapat disimak melalui penjelasan, sebagai berikut:


5 Hal Komunikasi Efektif


  1. Menyampaikan informasi dan menghasilkan pengertian. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi pesan seperti yang dimaksud oleh pemberi atau sumber pesan.

  2. Menghasilkan kesenangan. Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika mengucapkan “Selamat pagi, apa kabar?” kita tidak bermaksud mencari keterangan atau informasi. Komunikasi ini dimaksud untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi seperti inilah yang membuat hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan.

  3. Mempengaruhi sikap. Komunikasi ini yang paling sering kita lakukan. Komunikasi ini kita sebut komunikasi persuasif. Misalnya, khotib membangkitkan sikap beragama dan mendorong jamaah beribadah lebih baik ataupun guru mengajak muridnya lebih mencintai ilmu pengetahuan.

  4. Menghasilkan hubungan sosial yang lebih baik. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Philip G Zimbardo membuktikan bahwa kurangnya komunikasi (tingginya anonimitas/tidak saling mengenal) menjadikan orang agresif, senang mencuri, merusak dan kurang memiliki tanggung jawab sosial. Peneliti menyimpan dua bus mobil bekas di dua tempat yang berbeda; Pertama, wilayah Bronx, New york, kota dengan tingkat anonimitas yang tinggi, kedua, di Palo Alto, sebuah kota kecil di California, dimana orang saling mengenal dengan baik. Di Palo Alto, mobil tersebut tidak disentuh orang selama satu minggu, kecuali waktu turun hujan, seorang pejalan kaki menutup kap mobil agar air hujan tidak membasahi mesin mobil. Di Bronx dalam beberapa jam saja , di siang hari bolong, beberapa orang dewasa beramai-ramai dihadapan orang lain, mencopoti bagian-bagian mobil yang dapat mereka gunakan. Tidak ada yang mencoba mencegah perbuatan mereka. Tahap berikutnya, anak-anak mulai menghancurkan jendela depan dan belakang. Berikutnya beberapa orang dewasa yang berpakaian perlente merusak apa saja yang masih dapat dirusak. Dalam tempo kurang dari tiga hari, mobil tersebut sudah menjadi onggokan besi tua yang menyedihkan. Apa yang terjadi bila orang-orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal? Menurut Vance Pakard (1974) orang akan menjadi agresif, senang berkhayal, dingin, sakit fisik dan mental, dan menderita “Flight Syndrome” (ingin melarikan diri dari lingkungan.

  5. Menghasilkan tindakan nyata. Komunikasi yang menimbulkan pengertian memang sukar. Namun demikian, jauh lebih sukar lagi komunikasi persuasif yang menghasilkan tindakan nyata atau yang mendorong orang untuk bertindak. Keberhasilan komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dihasilkan. Karena, untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi.

Selain itu, perlu juga dipahami bahwa terdapat 5 (lima( hal yang membuat komunikasi menjadi efektif yaitu:


  • Komunikator dapat berperan dengan baik

  • Tujuan komunikasi jelas

  • Isi komunikasi jelas

  • Alat komunikasi tepat

  • Komunikasi menarik

1. Proses Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif akan terjadi antara komunikator (orang yang menyampaikan pesan) dengan komunikan (orang yang menerima pesan), dimana dalam proses ini komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan (orang yang menerima), selanjutnya komunikan memberikan umpan balik sehingga terjadi proses komunikasi dua arah, sebagaimana ilustrasi gambar dibawah ini:


proses komunikasi efektif di dunia perbankan proses komunikasi efektif di dunia perbankan


 


2. Unsur Komunikasi Efektif


Berdasarkan proses komunikasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses komunikasi efektif terdapat unsur-unsur sebagai berikut:


  • Komunikator / Pengirim (orang yang menyampaikan pesan)

  • Komunikan / Penerima (orang yang menerima pesan)

  • Channel / Media (saluran Komunikasi)

  • Pesan (isi berita)

  • Respon (sebagai umpan balik atau reaksi)

3. Jenis Komunikasi


Berdasarkan caranya komunikasi dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu


Komunikasi lisan, yaitu: cara berkomunikasi dengan berbicara. Dalam proses komunikasi lisan dilakukan secara langsung, dimana komunikator dapat secara langsung menyampaikan pesan kepada komunikan.


Komunikasi tulisan, yaitu: cara menyampaikan pesan melalui tulisan. dalam proses ini, umumnya dilakukan secara tidak langsung. Namun, dalam perkembangan tekhnologi saat ini komunikasi dengan tulisan bisa pula dilaksanakan secara langsung dengan media Chat. Komunikasi tulisan dapat dilakukan melalui surat, email (surat elektronik), maupun chating forum.


4. Tekhnik Komunikasi yang efektif


Agar komunikasi kita dapat berjalan efektif, maka terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu


Mendengar dengan aktif


Trampil dalam berbicara


Gaya bicara tepat


Penampilan yang menarik, seperti: pakaian, pandangan mata, raut muka, sikap badan, suara, tulisan, senyum, jabatan tangan, ingat nama dan tulus.


Sebaliknya terdapat pula berbagai ciri-ciri komunikasi yang tidak efektif yang perlu dipahami dianntaranya, adalah: Bertele-tele, malu-malu, marah-marah, maksud yang disampaikan tidak jelas, tersembunyinya maksud/pesan, non verbal, satu arah, tidak responsive, tidak nyambung, tidak terbuka


Komunikasi tidak dapat berjalan dengan efektif dapat juga disebebkan karena adanya hambatan dalam proses komunikasi diantaranya adalah:


  • Hambatan pada komunikator dan komunikan. Hambatan ini disebabkan adanya perbedaan individu, perbedaan peran dan kedudukan organisasional, dan perbedaan budaya.

  • Hambatan pada kode-kode yang digunakan. Tiap profesi memiliki istilah tekhnis yang berbeda

  • Hambatan pada saluran komunikasi. Hambatan pada saluran komunikasi ini umumnya bersifat tekhnis

  • Hambatan situasi komunikasi. Hambatan ini berkaitan dengan suasana prikologis yang terjadi saat komunikasi berlangsung

 5. Berbicara yang Efektif


Berbicara adalah proses mengeluarkan suara yang dapat dimengerti sebagai ungkapan pikiran (perasaan) yang dihasilkan oleh koordinasi otak, pita suara, udara, dan alat-alat yang mengadakan modifikasi suara. Berbicara efektif adalah berbicara secara menarik dan jelas sehingga dapat dimengerti oleh lawan bicara dan tujuan dari komunikasi dapat tercapai.


Paling tidak, terdapat enam hal yang harus disiapkan agar dapat berbicara efektif, yaitu


Menetapkan sasaran, sebelum berbicara harus ditetapkan sasarna terlebih dahulu, yaitu: tujuan berbicara (seperti untuk presentasi tugas, memimpin rapat, mengisi kajian keagamaan, menyampaikan materi dikelas, dan lain sebagainya) agar memudahkan dalam memilih materi yang akan disampaikan.


Mengenali pendengar, sebelum berbicara efektif, harus mengenali terlebih dahulu audiens atau pendengar agar dapat menyusun kata-kata yang tepat dengan kondisi maupun usai audiens/pendengar.


Mempelajari tempat dan sarana, sebelum berbicara di depan forum kerja, penting untuk memperlajari tempat dan sarana dengan cara survei tempat, memperlajari letak duduk audiens, mengenali alat yang akan dipergunakan, dan meneliti gangguan yang mungkin timbul.


Melakukan manajemen waktu. manajemen waktu harus diperhatikan dalam rangka berbicara efektif karena berkaitan dengan konsentrasi pendengar. Harus diperhatikan kapan menyampaikan materi, kapan tanya jawab, dan kapan memberikan lelucon atau penyegaran.


Mempersiapkan bahan, sebelum berbicara harus mempersiapkan bahan terlebih dahulu, mempelajarinya, menyiapkan contoh-0contoh, dan menuangkan bahan tersebut dalam media (apabila diperlukan)


Mengelola tkhnik penyampaian, bicara di depan umum akan berhasil jika menggabungkan beberapa hal, sebagai berikut:


7% = Penggunaan Kata


38% = Penggunaan nada dan suara


45% = Penggunaan ekspresi muka, bahasa tubuh, dan gerakan tubuh.


6. Mendengar Efektif


Mendengar yang efektif tidak hanya sekedar mendengar tetapi mendengarkan dengan konsentrasi dan diikuti dengan usaha untuk memahami pesan atau informasi yang didengar.


Dalam arti sempit, mendengarkan adalah usaha memperoleh suatu pengertian terhadap berita atau pesan dengan menggunakan indera pendengaran (terbatas pada penerimaan pesan secara lisan). Sedangkan dalam arti luas, medengarkan adalah usaha memperoleh suatu pengertian terhadap berita atau pesan dengan menggunakan indera pendengaran dan kemampuan pikiran untuk memahami lebih lanjut terhadap pesan yang diterima (penerimaan pesan secara lisan maupun tertulis).


Oleh karena itu, kualitas pendengar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, sebagai berikut:


  • Bukan pendengar, yaitu pendengar yang berpura-pura mendengarkan, tetapi sesungguhnya dia tidak sedang mendengarkan.

  • Pendengar dangkal, yaitu pendengar yang hanya mendengarkan suara, tetapi tidak mencoba memahami pesan

  • Pendengar yang bersikap kurang perhatian, yaitu pendengar yang mendengarkan suara, memahami pesan, tetapi sambil melakukan aktivitas lain disela-sela aktivitas mendengarkan, seperti membuka sms, menulis, merapikan buku, atau sambil mencari sesuatu.

  • Pendengar dengan sikap sunguh-sunguh, yaitu: pendengar yang selalu memperhatikan dan memahami pembicaraan sehingga pesan melekat di ingatannya.

Semoga dengan membaca artikel ini pengunjung dapat mempraktekan cara komunikasi efektif


 



Cara Komunikasi Efektif di Dunia Perbankan

Selasa, 25 Maret 2014

Pelunasan, Restrukturisasi dan Penyelamatan Kredit

Kredit harus lunas pada saat jatuh tempo, namun dapat diperpanjang bila masih dibutuhkan. Bilamana kredit tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo dan atau kredit menjadi bermasalah maka bank harus segera melakukan penyelamatan kredit.


Pelunasan Kredit Restrukturisasi dan Penyelamatan Kredit Bermasalah Pelunasan, Restrukturisasi dan Penyelamatan Kredit Bermasalah


Ketika kredit diklasifikasikan sebagai Dalam Perhatian Khusus (Baca artikel kolektibilitas kredit ) atau bahkan lebih rendah dari itu, maka Bank harus membuat keputusan “Stay or Leave”. Jika bank memutukan “Stay” berarti bank akan merestrukturisasi kredit dan berharap usaha debitur pulih kembali dan bank ingin melanjutkan bisnis dengan debitur. Keputusan “Leave” berarti Bank tidak ingin melanjutkan bisnis dengan debitur. Keputusan “Stay or Leave” akan berpengaruh terhadap strategi Bank terhadap debitur.


Sebelum membuat keputusan sebaiknya bank melakukan berbagai analisa terlebih dahulu. Analisa kredit yang dapat dilakukan sebelum membuat keputusan penyelamatan kredit antara lain adalah:


1. Analisa posisi Bank.


Analisa ini dilakukan untuk mengetahui posisi bank, apakah kuat atau tidak dibandingkan dengan debitur. Beberapa pertanyaan yang harus dijawab adalah:


  • Apakah seluruh dokumen legal lengkap dan syah?

  • Apakah dokumentasi kredti telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sesuai AD/ART debitur?

  • Apakah agunan yang diserahkan marketable, Apakah nilainya dapat mengcover dan telah dilakukan pengikatan sesuai dengan ketentuan?

2. Analisa Kelayakan


Analisa ini dilakukan untuk menilai kelayakan kredit untuk direstrukturisasi:


  • Karakter/Manajemen

  • Tekhnis Produksi

  • Pemasaran

  • Kondisi Keuangan

  • Jaminan

3. Analisa Likuidasi


Analisa ini dilakukan untuk menilai likuidasi jaminan apakah dapat mengcover fasilitas kredit atau tidak:


  1. Nilai jaminan

  2. Pengikatan

  3. Lokasi

  4. Cara Penjualan

  5. Waktu Penjualan

  6. Biaya Penjualan

Penyelamatan kredit adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh bank terhadap debitur kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek dan kinerja usaha serta kemampuan membayar, dengan tujuan untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya kerugian bagi bank dan menyelamatkan kembali kredit yang telah diberikan.


Tindakan penyelamatan kredit dapat berupa:


a. Restrukturisasi Kredit


Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank terhadap debitur yang berpotensi atau mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban.


Ketentuan restrukturisasi kredit mengacu pada ketentuan sebagai berikut:


  1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 7/2/PBI/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum

  2. PBI nomor 8/2/PBI/2006 tentang perubahan atas PBI 7/2/PBI/2005

  3. PBI nomor 9/6/PBI2007 tentang perubahan kedua atas PBI 7/2/PBI/2005

  4. Ketentuan internal masing-masing bank

Ketentuan Restrukturisasi Kredit menurut PBI 7/2/PBI/2005 tanggal 20/01/2005



Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:



  • Penurunan suku bunga kredit

  • Perpanjangan jangka waktu

  • Pengurangan tunggakan bunga kredit

  • Pengurangan tunggakan pokok kredit

  • Penambahan fasilitas kredit, dan atau

  • Konversi kredit menjadi penyertaan Modal Sementara

Restrukturisasi dilakukan terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:


  • Debitur mengalami kesulitan pembayaran kewajiban pokok dan atau bunga kredit

  • Debitur memiliki itikad baik dan kooperatip

  • Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan diproyeksikan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi

Definisi Restrukturisasi Kredit



Restrukturisasi dapat juga dilakukan pada debitur yang memiliki potensi bermasalah, seperti adanya penurunan laba atau potensi penurunan laba sehingga diperkirakan akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang untuk memenuhi pembayaran pokok dan/atau bunga sesuai Perjanjian Kredit (Surat BI kepada seluruh Bank Umum nomor 11/10/DpG/DPNP, 23 April 2009)



Tujuan Restrukturisasi Kredit


Tujuan Restrukturisasi Kredit adalah adanya pernaikan secara simultan, baik terhadap portfolio bank maupun debitur, yaitu antara lain:


  • Usaha debitur menjadi sehat kembali sehingga dapat memenuhi kewajibannya

  • Kualitas produktif menjadi semakin baik sehingga tingkat kesehatan bank menjadi lebih baik

Kredit yang akan direstrukturisasi wajib dianalisa berdasarkan prospek usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas.


Keputusan restrukturisasi kredit harus dilakukan oleh pihak/pejabat yang lebih tinggi dari pihak/pejabat yang memutuskan pemberian kredit.


Analisis dan pelaksanaan restrukturisasi kredit wajib didokumentasikan secara lengkap dan tertib.


Restruktturisasi kredit dapat dilakukan antara lain melalui:


  1. Reschedulling, yaitu strategi atau langkah penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan jangka waktu pelunasan, jumlah setoran pelunasan dan/atau pembayaran bunga

  2. Reconditioning, yaitu strategy/langkah penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan syarat-syarat kredit/persyaratan baru

  3. Bentuk restrukturisasi lainnya seperti penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, penambahan kredit, konversi valuta, atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.

Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari:


  1. Penurunan penggolongan kolektibilitas kredit

  2. Peningkatan pembentukan PPAP, atau

  3. Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual

b. Tindakan Penyelamatan Kredit lainnya


Tindakan penyelamatan kredit lainnya seperti pengambilalihan aset debitur/agunan yang diambil alih (AYDA)


AYDA adalah aktiva yang diperoleh bank, baik melalui pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual diluar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah tidak memenuhi kewajibannya kepada bank.


Proses pengalihan atas agunan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu:


  • Mekanisme lelang, atau

  • Mekanisme penjualan dibawah tangan dengan persetujuan dari pemilik agunan.

Mekanisme lelang barang agunan milik debitur dapat dilakukan oleh bank tanpa persetujuan debitur.


Sebelum dilakukannya pengalihan baik dengan cara lelang maupun dibawah tangan dengan menggunakan surat kuasa untuk menjual dari pemilik agunan, bank melakukan penilaian terhadap aset untuk mendapatkan nilai wajar terhadap aset yang akan dialihkan tersebut.


Penilaian tersebut dapat dilakukan oleh penilai internal bank atau menggunakan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)


Jika menurut anda artikel ini bermanfaat, mohon untuk dibagikan di sosial media seperti facebook, twitter, path atau google plus. Kami berharap setelah membaca artikel ini pengunjung jadi lebih paham mengenai pelunasan, penyelamatan dan restrukturisasi kredit



Pelunasan, Restrukturisasi dan Penyelamatan Kredit

Minggu, 23 Maret 2014

Pembukuan, Perjanjian dan Pemantauan Kredit

Setelah dilakukan proses analisa kredit, jika aplikasi disetujui maka akan berlajut ketahap berikutnya yaitu


Tahap Pembukuan, Perjanjian dan Pemantauan Kredit


pemantauan kredit credit monitoring perjanjian perjanjian kredit dan pemantauan kredit atau credit monitoring


 


Pada tahapan ini setelah kredit disetujui maka akan dilakukan beberapa proses, sebagai berikut:


1. Surat Pemberitahuan Keputusan Kredit (SPKK)


Setelah kredit diputus, bank akan menyampaikan Surat Pemberitahuan Keputusan Kredit kepada nasabah. Dalam hal ini SPKK harus mencantumkan dengan jelas seluruh syarat kredit sesuai usulan/persyaratan yang disetujui dan ditetapkan oleh pemegang kewenangan memutus kredit, termasuk persyaratan jaminan yang harus dipenuhi calon debitur.


SPKK bersifat tidak mengikat secara legal. Pemberian fasilitas kredit tergantung dari dipenuhinya ketentuan/kondisi dan dokumentasi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan prosedur persetujuan kredit.


Konfirmasi persetujuan debitur dengan cara menandatangani SPKK tersebut menjadi dasar untuk menandatangani perjanjian kredit dan pengikatan agunan serta pengikatan lainnya yang terkait.


Penandatanganan SPKK oleh debitur harus dilakukan oleh debitur atau yang berwenang dari perusahaan debitur.


2. Perjanjian Kredit


Setelah SPKK ditandatangani oleh nasabah dan dikembalikan kembali kepada bank maka bank menyiapkan Perjanjian Kredit atau biasa disingkat PK.


Perjanjian Kredit merupakan perikatan pinjam meminjam uang secara tertulis antara bank (sebagai Kreditur) dengan pihak lain (sebagai debitur/nasabah) yang mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat adanya pinjam meminjam uang.


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit, antara lain:


  • Domisili hukum

  • Kondisi kredit yang telah disetujui mencakup jumlah, tingkat bunga, persyaratan dan lainnya telah tecantum dalam perjanjian kredit

  • Memastikan bahwa perjanjian kredit mengikat dan berkekuatan tetap

  • Kredit ditandatangani oleh debitur atau yang berwenang dari perusahaan debitur

3. Pengikatan Agunan


Selanjutnya, Bank akan mendapatkan dokumen agunan untuk dilakukan pengikatan. Dokumentasi/pengikatan agunan harus lengkap/sempurna agar tidak menimbulkan masalah yang tidak dikehendaki.


Pengikatan agunan dapat berupa hak tanggungan, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), Fidusia, Gadai atau Hipotek, disesuaikan dengan jenis agunan.


Untuk kredit kecil, pada umumnya agunan hanya di-cover dengan surat Kuasa Menjual.


4. Penutupan Asuransi Agunan


Untuk mengamankan agunan dan memperkecil risiko kredit, agunan harus ditutup dengan asuransi, minimal senilai agunannya selama jangka waktu kredit. Klausul dalam polis asuransi harus jelas dan diperiksa keseusiananya serta diupayakan mencantumkan Banker’s Clause


Banker’s Clause adalah suatu klausula atau syarat khusus yang wajib tertulis dan terlekat pada polis atas harta benda atau barang yang dipertanggungkan dibawah polis tersebut. Dengan Banker’s Clause berarti terjadi kesepakatan antara bank dengan tertanggung (nasabah debitur) bahwa jika terjadi kerugian yang dapat dibayar dibawah polis tersebut, penanggung akan membayarkannya kepada bank sebesar yang menjadi haknya termasuk bunga dan biaya tanpa mengurangi hak tertanggung atas selisihnya.


Untuk kredit konsumtif atau kredit tanpa agunan, maka debitur disyaratkan untuk menutup asuransi jiwa.


5. Pencairan Kredit (Disbursement)


Pencairan kredit dilakukan setelah dipastikan bahwa seluruh dokumentasi dan persyaratan kredit telah dipenuhi dan kemudian seluruh dokumen pencairan kredit harus didokumentasikan dengan baik.


Pemantauan Kredit


Proses pemantauan (monitoring) debitur merupakan rangkaian aktivitas untuk mengetahui dan memonitor perkembangan proses pemberian kredit, perjalanan kredit dan perkembangan usaha sejak kredit diberikan sampai lunas. Intensitas pemantuan kredit ditentukan oleh kualitas kredit, dimana kualitas kredit akan menentukan intensitas pemantauannya, dengan ruang lingkupdan/atau dengan melakukan beberapa aktivitas, sebagai berikut:


  • Pemantauan terhadap pelaksanaan pemberian kredit

  • Pemantauan terhadap kelengkapan dokumen dan administrasi kredit

  • Pemantauan perkembangan usaha debitur

  • Pemantauan terhadap hasil prestasi (penggunaan kredit, riwayat pembayaran dan hasil prestasi keuangan)

  • Pemantauan terhadap barang jaminan (nilai jaminan dan kesempurnaan jaminan)

Proses pemantauan kredit dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:


1. On Desk Monitoring, yaitu dengan melakukan:


  • Verifikasi terhadap semua file dokumen kredit nasabah, dalam hal ada atau tidaknya penundaan atas pemenuhan persyaratan

  • Penelitian dan verifikasi atas kekurangan-kekurangan yang ditemukan

  • Identifikasi terhadap masalah-masalah potensial dalam pengadaan kas (cash generation)

  • Deteksi terhadap kecenderungan memburuknya kondisi keuangan nasabah

  • Penilaian terhadap kesediaan nasabah dalam memenuhi kewajiban keuangannya

2. On Site Monitoring, yaitu dengan melakukan :


Kunjungan lokasi fisik, dalam hal ini, pemantauan dilaksanakan dengan melihat kondisi di lapangan yang meliputi aspek usaha, jaminan kemajuan proyek, mendeteksi permasalahan nasabah dalam menjalankan bisnisnya, menilai kemampuan manajemen nasabah dan hal-hal lain yang diperlukan untuk di-check secara fisik.


Trade Checking, merupakan pemantauan kondisi usaha debitur dengan memanfaatkan informasi yang beraal dari supplier, distributor, pesaing, asosiasi industri atau partner bisnis lainnya.


Credit Checking, merupakan pemantauan kredit dengan memanfaatkan informasi yang berkaitan dengan kelancaran utang piutang baik untuk fasilitas yang diberikan oleh bank maupun bank lain.


3. Antisipasi Dini (early warning signal) merupakan tindakan pemantauan secara dini terhadap kredit kolektibilitas lancar dan dalam perhatian khusus, dengan tujuan untuk memberikan early warning signal atas gejala-gejala yang dapat mempengaruhi tingkat kolektibilitas debitur sehingga dapat segera dilakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penurunan kolektibilitas.


Gejala-gejala memburuknya keadaan debitur yang dapat berdampak negatif terhadap kualitas kredit yaitu:


  • Aktivitas rekening debitur menurun terus dan cenderung menjadi pasif

  • Terdapat tunggakan kewajiban baik berupa pokok, angsuran atau bunga yang belum diselesaikan atau tunggakan tersebut berulang kali.

  • Terdapat informasi negatif tentang debitur berdasarkan hasil on desk monitoring, on call monitoring, credit checking dan informasi dari pihak ketiga antara lain mengenai reputasi yang menurun, serta ketidakmampuan memenuhi kewajiban keuangan. Dalam hal terdapat gejala-gejala yang mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kualitas kredit maka bank harus segera menindaklanjutinya, antara lain dengan cara:

  • Menghubungi debitur untuk menyusun action plan guna mencegah penurunan kualitas kredit

  • Melakukan reschedulling atau restrukturisasi awal

4. Annual Review Kredit, review kredit dilaksanakan setiap tahun sebelum jatuh tempo kredit berdasarkan hasil review, bank dapat menentukan apakah kredit dapat diperpanjang atau kredit harus dilunasi.


 Setelah membaca artikel ini diharapkan pengunjung jadi paham seluruh proses pemberian kredit. Mulai dari porses analisa kredit sampai dengan pemantauan kredit



Pembukuan, Perjanjian dan Pemantauan Kredit

Jumat, 21 Maret 2014

Cara Perhitungan Suku Bunga Kredit

Mengetahui cara menghitung suku bunga kredit tidak hanya penting bagi seorang banker, namun juga perlu diketahui oleh nasabah agar bisa memilih produk dan jangka waktu kredit yang tepat. Berdasarkan jenis/sifatnya, suku bunga dibedakan menjadi 2.


Cara menghitung Angsuran dan Bunga kredit berdasarkan jenisnya:


  1. Cara perhitungan suku bunga tetap (fixed rate) yaitu suku bunga yang besarnya selalu tetap (fixed) selama jangka waktu tertentu atau selama jangka waktu kredit.

  2. Cara perhitungan suku bunga kredit mengambang (floating rate) yaitu suku bunga yang besarnya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan besarnya suku bunga yang berlaku dipasar (mengikuti mekanisme pasar).

cara menghitung suku bunga kredit dan angsuran cara menghitung suku bunga kredit dan angsuran


Selain dibedakan berdasarkan jenisnya, perhitungan suku bunga kredit berkembang menjadi beberapa metode. Diantara beberapa jenis tersebut kami akan membahasnya dibawah ini:


Beberapa Jenis Metode Perhitungan Suku Bunga Kredit:


1. Metode efektif


Metode ini menghitung bunga yang harus dibayar setiap bulan sesuai dengan saldo pokok pinjaman bunga sebelumnya.


Rumus perhitungan bunga adalah:


Bunga = SP x i x (30/360)


SP = Saldo Pokok pinjaman bulan sebelumnya


i = Suku Bunga Pertahun


30 = Jumlah Hari dalam 1 bulan


360 = Jumlah Hari dalam satu tahun


Contoh Perhitungan:


SP = Rp 24.000.000


i = 10%


Jangka Waktu = 2 tahun


Bunga Efektif bulan 1


= Rp 24.000.000 x 10% x (30/360) = Rp 200.000


Maka angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah Rp 1.000.000 + Rp 200.000 = Rp 1.200.000


Bunga Efektif bulan 2


= Rp 23.000.000 x 10% x (30/360) = Rp 191.665.67


Maka angsuran pokok dan bunga pada bulan ke 2 adalah Rp Rp 1.000.000 + Rp 191.666,67 = Rp 1.191.666,67


 Angsuran bulan kedua lebih kecil dari angsuran bulan pertama. Demikian pula untuk bulan-bulan selanjutnya, besar angsuran akan semakin menurun dari waktu ke waktu.


2. Metode Anuitas


Merupakan modifikasi dri metode efektif. Metode ini mengatur jumlah angsuran pokok dan bunga yang dibayar agar sama setiap bulan.


Rumus perhitungan bunga sama dengan metode efektif yaitu:


Bunga = SP x i x (30/360)


Bunga = SP x i x (30/360)


SP = Saldo Pokok pinjaman bulan sebelumnya


i = Suku Bunga Pertahun


30 = Jumlah Hari dalam 1 bulan


360 = Jumlah Hari dalam satu tahun


Biasanya bank memiliki aplikasi software yang secara otomatis menghitung bunga anuitas. Dalam kasus diatas, contoh perhitungan sebagai berikut:


Contoh Perhitungan:


SP = Rp 24.000.000


i = 10%


Jangka Waktu = 2 tahun


Bunga Anuitas bulan 1


= Rp 24.000.000 x 10% x (30/360) = Rp 200.000


Maka angsuran pokok dan bunga pada bulan 1 adalah Rp 907.478 +  Rp 200.000 = Rp 1.107.478.


Bunga Anuitas bulan 2


= Rp 23.092.522 x 10% x (30/360) = Rp 192.438


Maka angsuran pokok dan bunga pada bulan 2 adalah Rp 915.040 + Rp 192.438 = Rp 1.107.478


Terlihat bahwa angsuran pokok dan bunga pada bulan pertama sama dengan bulan kedua dan seterusnya, dimana besarnya angsuran akan tetap sama sampai dengan selesainya jangka waktu kredit.


c. Metode Flat


Dalam metode ini, perhitungan bunga selalu menghasilkan nilai bunga yang sama setiap bulan, karena bunga dihitung dari presentasi bunga dikalikan pokok pinjaman awal.


Rumus perhitungannya adalah


Bunga perbulan = (P x i x t)/ jb


P = Pokok pinjaman awal


i = suku bunga pertahun


t = jumlah tahun jangka waktu kredit


jb = jumlah bulan dalam jangka waktu kredit


Karena bunga dihitung dari pokok awal pinjaman, maka biasanya suku bunga flat lebih kecil dari suku bunga efektif. Dalam contoh kasus diatas misalkan bunga flat sebesar 5,3739% pertahun


Bunga flat setiap bulan selalu sama


= (Rp 24.000.000 x 5,3739% x 2) /24 = Rp 107.478


Angsuran pinjaman bulan 1 = angsuran pokok + bunga pada bulan 1 adalah Rp 1.000.000 + Rp 107.478 = Rp 1.107.478


Angsuran pinjaman bulan 2


Angsuran pinjaman bulan 2 = angsuran pokok + bunga pada bulan 1 adalah Rp 1.000.000 + Rp 107.478 = Rp 1.107.478


d. Bunga atas baki debet harian


Perhitungan bunga yang didasarkan pada baki debet harian dikalikan dengan tingkat bunga kredit yang berlaku


Sumber Referensi



Pada dasarnya setiap jenis kredit biasanya memiliki cara perhitungan bunganya masing-masing. Berdasarkan analisa kredit  (seluruh proses pemberian kredit lihat artikel kami sebelumnya ) diatas maka dilakukan proses persetujuan kredit, yang dapat diartikan sebagai keputusan untuk menyetujui atau menolak kredit dari pejabat bank yang memiliki kewenangan memutus kredit, sesuai dengan limit dan/atau batasan kewenangannya. Semoga setelah membaca artikel ini pengunjung jadi lebih paham mengenai cara menghitung angsuran berdasarkan metode suku bunga kredit


 



Cara Perhitungan Suku Bunga Kredit

Rabu, 19 Maret 2014

Analisa Jaminan dan Agunan Kredit

Pada tahap Proses Pemberian Kredit 2 bagian 2 yaitu analisa jaminan dan agunan kredit. Bank perlu menganalisa atau melakukan evaluasi terhadap collateral atau agunan dan sumber keuangan lainnya yang dapat digunakan sebagai alternatif sumber pengembalian kredit.


Analisa Jaminan dan Agunan Kredit Analisa Jaminan dan Agunan Kredit


Collateral atau Jaminan atau agunan kredit merupakan aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman apabila peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Apabila peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman bisa memiliki agunan tersebut. Dalam proses penberian kredit, jaminan sering menjadi faktor penting yang dapat meningkatkan nilai kredit perseorangan maupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman.


Evaluasi agunan dilakukan untuk mengetahui kecukupan nilai agunan pemberian kredit. Kecukupan nilai agunan didasarkan pada pertimbangan:


  • Keyakinan Bank bahwa debitur dapat menyelesaikan kewajibannya berdasarkan kelayakan dan kemampuan keuangan debitur.

  • Agunan yang disyaratkan agar memperhatikan antara lain struktur kredit, kompetisi, jenis agunan, dan riwayat pembayaran.

  • Agunan yang diserahkan debitur dipertimbangkan dapat mencukupi pelunasan kewajiban debitur dalam hal debitur tidak mampu memenuhi kewajiban (sebagai second way out)

Agunan dapat berupa objek yang dibiayai dengan kredit, atau agunan tambahan selain dari objek yang dibiayai.


JAMINAN KEBENDAAN


Pada hukum mengenai pengikatan agunan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak memiliki arti yang sangat penting. Dengan perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang bisa dibebankan atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya.


Pemberian jaminan dari Debitur kepada Kreditur menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya.


  • Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privillege (preferent).

Pemberian Jaminan atau agunan oleh Debitur kepada Kreditur adalah hanya sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh Debitur apabila Debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut. Sehingga konsep dasar pemberian jaminan oleh Debitur adalah bukan untuk dimiliki oleh Kreditur. Namun untuk mengantisipasi praktek perbankan, dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 (“UU Perbankan”) Pasal 12A disebutkan bahwa Bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.


Kriteria agunan kredit antara lain sebagai berikut:


  • Mempunyai nilai ekonomis dalam arti dapat dinilai dengan uang dan dapat dijadikan uang

  • Kepemilikan dapat dipindahtangankan dari pemilik semula kepada pihak lain (marketable)

  • Mempunyai nilai yuridis dalam arti dapat diikat secara sempurna berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku sehingga bank memiliki hak yang didahulukan (preferen) terhadap hasil likuidasi barang tersebut.

Beberapa jenis collateral / agunan kredit yang dapat diterima bank antara lain:


1. Tanah


Dalam melakukan analisa agunan tanah agar memperhatikan hak atas tanah tersebut seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atas Tanah Negara, dll serta kepemilikan tanah tersebut.


2. Bangunan


Agunan berupa bangunan yang umumnya dapat diterima bank berupa rumah tinggal, rumah susun, pabrik, gudang atau hotel.


Dalam melakukan analisa agunan berupa bangunan agar memperhatikan hal-hal seperti Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), lokasi bangunan, luas bangunan, konstruksi bangunan, kondisi bangunan, tahun pendirian/renovasi bangunan tersebut, peruntukan bangunan (rumah tinggal, pabrik, gudang, hotel), tingkat marketabilitas, ketertarikan dengan bank lain, dan status hukum (dalam kondisi sengketa atau tidak)


3. Kendaraan Bermotor


Dalam melakukan analisa agunan berupa kendaraan bermotor agar memperhatikan umur teknis dari kendaraan bermotor tersebut, kepemilikan kendaraan bermotor tersebut, dan pengamanan tambahan berupa pemblokiran pada instansi yang berwenang.


4. Persediaan (inventory)


Dalam melakukan analisa agunan berupa persediaan agar memperhatikan sistem perusahaan debitur dalam menentukan nilai persediaan (FIFO, LIFO, average), jenis barang persediaan, kondisi persediaan serta tempat penyimpanan persediaan.


5. Piutang Dagang


Dalam melakukan analisa agunan berupa piutang dagang agar memperhatikan bahwa piutang tersebut merupakan piutang dagang lancar dan memiliki dokumen piutang.


6. Mesin-mesin Pabrik


Dalam melakukan analisa agunan berupa mesin pabrik agar memperhatikan umur tekhnis dari mesin tersebut.


7. Corporate Guarantee dan atau Personal Guarantee


Apabila bank akan menerima corporate guarantee dan atau personal guarantee, maka bamk harus melakukan evaluasi terhadap kelayakan dan bonafiditas dari penjamin (guarantor) serta memastikan bahwa perjanjian/akta guarantee telah ditandatangani oleh pihak yang berwenang.


Pada tahap Proses Pemberian Kredit 2 bagian 3 akan dilakukan Evaluasi Kredit dan Jenis Fasilitas


Pemberian kredit disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keuangan debitur. Pada beberapa jenis kredit, seperti kredit consumer, maksimal kredit yang diberikan ditetapkan oleh BI. Pada prinsipnya bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan memastikan bahwa nasabah memilki modal sendiri dan sumber dana dari bank merupakan sumber dana tambahan.


Diharapkan setelah membaca artikel ini pengunjung jadi lebih mengerti tahap-tahap dalam proses pemeberian kredit yang salah satunya adalah Analisa Jaminan dan Agunan Kredit



Analisa Jaminan dan Agunan Kredit

Minggu, 16 Maret 2014

Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Kredit

Proses Pemberian Kredit 2 bagian 1 :  Pada tahap kedua dalam proses Proses Pemberian Kredit akan dilakukan analisa kredit atas 2 aspek yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Walaupun setiap jenis kredit (baca artikel kami Jenis-jenis Kredit di Bank | Pinjaman ) memiliki proses pemberian kredit  yang berbeda, namun pada dasarnya analisa kredit akan dilakukan untuk setiap proses pemberian kredit. BErikut ini kami jabarkan 2 janis analisa kredit yang harus dilakukan bank dalam melakukan penilaian calon debitur.


 melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif pada analisa kredit


melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif pada analisa kredit

Pembahasan akan kita mulai dengan  pengertian analisa kredit? Analisa kredit atau penilaian kredit adalah suatu kegiatan tujuannya untuk memeriksa, meneliti dan menganalisa kelayakan dokumen-dokumen persyaratan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit sebelum diambilnya keputusan tentang diterima atau tidaknya permohonan kredit yang diajukan.


Pada saat melakukan penilaian kredit diperlukan pertimbangan matang yang harus dilakukan oleh bank. Agar nantinya kredit yang diberikan dapat bermanfaat dan tidak menyebabkan bank maupun debitur merugi di kemudian hari. Adapun hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam penilaian kredit, antara lain:


2 Jenis Analisa Kredit :


1. Analisa Kualitatif (Analisa Kredit Kualitatif)


Analisa kualitatif merupakan penilaian atas aspek charakter dan capacity manajemen serta condition of economi


Bank melakukan analisa atas kemampuan calon debitur dalam bidang usahanya dan atau kemampuan manajemen debitur, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayai dengan kredit tersebut dikelola oleh orang-orang yang tepat/benar. 


Beberapa aspek yang dianalisa anatara lain :


a. Aspek Manajemen.


Penilaian ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan manajemen dari individu maupun pengurus perusahaan dalam mengelola usahanya.


Faktor minimal yang dianalisa meliputi:


  • Karakter pengurus perusahaan.

Penilaian pengurus poerusahaan, dimaksudkan adalah melakukan penilaian atas watak, sifat, pemenuhan kewajiban perushaan terhadap bank (finansial dan administrasi) serta sikap yang ditunjukan dalam berhubungan dengan bank.


  • Profesionalisme

Hal yang perlu mendapat perhatian:



  • Riwayat pendidikan

  • Riwayat bisnis/pekerjaan, leadership, skill dan lain-lain

  • Reputasi usaha nasabah (hubungannya dengan relasi usaha nasabah)

  • Hubungan keluarga antar pengurus


b. Aspek Produksi


Penilaian-penilaian aspek tekhnis dapat mencakup anatara lain:


  • Lokasi Usaha

Hal yang perlu diperhatikan:



  • Peruntukan lokasi usaha

  • Kedekatan dengan bahan baku, daerah pemasaran, tenaga kerja

  • Tidak bertentangan dengan agama, sosial, budaya dampak lingkungan

  • Tersediannya pengolahan limbah industri sesuai AMDAL.

  • Sumber Daya Manusia

Penilaian diarahkan kepada sifat dan jenis tenaga kerja/ahli yang ada dan dibutuhkan, bagaimana cara pemenuhannya, dari mana sumbernya, sesuaikan tenaga kerja yang ada/perencanaan pemakaian tenaga kjerja baru dengan rencana kerja/produksi dan lain sebagainya.


  • Kapasitas produksi

Yaitu kemampuan teknis yang dimiliki oleh perushaan didalam merealisasikan rencana kerjanya.


  • Mesin-mesin dan alat-alat produksi yang dimiliki (jenis, jumlah dan kondisinya)

  • Apakah produksi telah mencapai kapasitas maksimum atau masih dibawah kapasitas.

  • Kualitas mesin, perbaikan serta pemeliharaan dan kemudahan memperoleh suku cadang.

  • Proses Produksi

Penilaian ditekankan pada:


  • Lamanya waktu yang diperlukan dalam proses produksi

  • Cara pengaturan proses tersebut

  • Teknologi yang dipakai, flow chart/sistem prosesdur kerja, formula-formula.

  • Sofware dan lain-lain untuk menghasilkan produk tersebut apakah telah dibuktikan keunggulannya.

  • Apakah skala usaha (kapasitas produksi barang dan jasa) yang akan dihasilkan tersebut telah berimbang satu sama lain

  • Fasilitas Pemeliharaan

Adalah ada tidaknya fasilitas pemeliharaan yang dimiliki nasabah, bagaimana peralatannya. Jika tidak memiliki, bagaimana pemeliharaan tersebut bisa diperoleh agar peralatan produksi terjamin keberadaanya sehingga senantiasa alat produksi dapat berjalan dengan baik.


Prasarana dan Sarana


Tersedianya prasarana, sarana dan faktor produksi yang diperlukan untuk kegiatan usaha yang meliputi:


  • Infrastruktur yang diperlukan untuk kegiatan usaha yang bersangkutan

  • Sumber bahan baku, bahan pembantu

  • Sumber tenaga kerja baik skill/unskill

  • Sumber energi, sumber alam lainnya, air, gas, alam, dll

  • Sarana transfortasi, komunikasi

  • Keamanan, gangguan hama

  • Lahan tempat usaha dalam kualitas dan luas yang memadai


3. Aspek Pemasaran



Penilaian didasarkan atas kemampuan perusahaan memasarkan barang produksi/jasa, hasil usahanya baik yang sekarang maupun yang direncanakan.


Faktor yang perlu diperhatikan dalam aspek pemasaran antara lain:


  • Barang dan jasa yang dipasarkan

Hal yang perlu diperhatikan anatara lain dapat berupa informasi:



  • Product life cycle dari barang atau jasa tersebut

  • Adanya barang subtitusi

  • Adanya perusahaan pesaing

  • Jenis barang yang dihasilkan

  • Segmen pasar yang akan dituju


  • Saluran distribusi

4. Aspek Legal


Analisa terkait legalitas penduirian perusahaan, lehalitas usaha dan perijinan, legalitas permohonan kredit, dan legalitas barang agunan


Legalitas Pndirian Badan Usaha


Dalam melakukan analisis terhadap legalitas pendirian Badan Usaha, harus dibedakan antara badan usaha yang berbadan hukum dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum.


Apabila calon debitur merupakan Badan Usaha yang berbadan hukum, analisa yang dilakukan antara lain dapat meliputi:


  1. Akta Pendirian (berikut perubahannya) dibuat dengan akta notaris.

  2. Akte Pendirian (berikut perubahannya) sudah mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang.

  3. Akta Pendirian (berikut perubahannya) beserta pengesahannya yang telah didaftarkan dalam daftar Perusahaan

  4. Akta Pendirian (berikut perubahannya) tersebut telah diumumkan dalam berita negara dan tambahan berita negara republik Indonesia.

 Sedangkan terhadap calon debitur yang berupa Badan Usaha yang tidak berbadan hukum, analisis yang dilakukan anatara lain meliputi:


  1. Akta Pendirian (berikut perubahannya) dibuat Akta Notaris

  2. Akta Pendirian (berikut perubahannya) didaftarkan dalam Daftar Perusahaan

  3. Akta Pendirian (berikut perubahannya) didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri.

Selain itu juga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:


  1. Status Kepemilikan

  2. Kesesuaian ijin usaha nasabah sesuai dengan kegiatan usahanya yang tercantum dalam anggaran dasar perusahaan

  3. Masa berlaku izin usaha nasabah

Legalitas Usaha dan Perijinan


Hal yang perlu diteliti dalam analisis legalitas usaha antara lain dapat berupa


  1. Status Kepemilikan

  2. Kesesuaian ijin usaha nasabah sesuai dengan kegiatan usahanya yang tercantum dalam anggaran dasar perusahaan

  3. Masa berlaku izin usaha nasabah

  4. Penilaian tentang legalitas usaha nasabah

 Legalitas Permohonan Kredit


 Penilaian ditunjukan kepada kewenangan pemohon baik secara individu maupun manajemen perusahaan, sesuai ketentuan anggaran dasar perusahaan


Legalitas Barang Agunan


Penilaian ditujukan kepada legalitas barang agunan


5. Kondisi Prekonomian


Bank melakukan analisa atas kondisi pasar didalam negeri maupun diluar negeri, baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil usaha debitur yang dibiayai dengan kredit dari bank.



 2. Analisa Kuantitatif (Analisa Kredit Kuantitatif)


Pada analisa kuantitatif, bank melakukan penilaian atas aspek capital dan keuangan debitur. Pada analisa kuantitatif banyak metode akuntansi yang digunakan oleh karena itu ada baiknya anda memahami dulu dasar-dasar akuntansi . Beberapa hal yang perlu dianalisa secara kuantitatif adalah:


  • Neraca

Neraca atau laporan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu yang menunjukan jumlah aktiva, hutang dan modal perusahaan.


  • Laporan laba/rugi

Laporan laba/rugi adalah laporan hasil usaha suatu perusahaan, yang menunjukan jumlah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan pada suatu periode tertentu.


  • Laporan Sumber dan Penguasaan Dana

Laporan sumber dan penguasaan dana adalah laporan mengenai darimana perusahaan memperoleh dana untuk membiayai kegiatan usahanya dan untuk apa dana tersebut digunakan pada suatu periode tertentu.


analisa sumber dan penggunaan dana ini sangat penting oleh karena dengan ini bank dapat mengetahui:


  • Kebijaksanaan pembelanjaan yang diambil perusahaan pada periode yang bersangkutan

  • Perubahan pos-pos aktiva dan perubahan pada pos-pos hutang dan modal dalam neraca dapat menunjukan bertambah atau berkurangnya modal kerja

Pada analisa sumber dan penggunaan dana akan terdapat selisih bersih, yaitu dengan selisih bersih dimana modal kerja (working capital bertambah atau berkurang)


Dalam analisa kuantitatif juga akan dilakukan analisa risiko dari paparan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan analisa rasio-rasio keuangan dan membandingkannya.


Dalam melakukan rasio keuangan, setidaknya terdapat empat kategori rasio, yaitu:


  1. Rasio likuiditas, untuk melihat kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban dalam jangka pendek dan bagaimana prospek kelangsungan operasional perusahaan.

  2. Rasio aktivitas, untuk melihat indikasi efisiensi perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan perdapatan

  3. Rasio leverage, untuk melihat indikasi struktur permodalah, anta modal sendiri dan hutang serta potensi volatilitas earning.

  4. Rasio profatibilitas, untuk menampilkan kinerja dari penjualan dan laba yang dihasilkan.

Disamping analisa rasio, untuk kredit  jangka panjang dan menengah dilakukan analisa proyeksi keuangan. dalam membuat proyeksi keuangan digunakan asumsi yang easonable, antara lain asumsi tentang pasar, perputaran persediaan, tingkat bunga dan pertumbuhan biaya operasional.


Sumber Referensi



Semoga dengan membaca artikel ini anda lebih paham mengenai analisa kredit



Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Kredit

Senin, 10 Maret 2014

Proses Pemberian Kredit 1 : Pengumpulan Informasi Debitur

Tujuan suatu bank memberikan kredit adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal dengan risiko minimal. Hal tersebut begitu kontradiktif sehingga seorang bankir harus mampu menyelaraskan tujuan pengembangan volume maupun kualitas kredit dengan ketentuan, kondisi likuiditas dan batasan permodalan untuk memperoleh keuntungan yang optimal.


Proses Pemberian Kredit pengumpulan informasi debitur Proses Pemberian Kredit pengumpulan informasi debitur


Dalam rangka mencapai hal tersebut maka seorang bankir harus menganalisis kelayakan dan/atau kesesuaian permohonan kredit dengan semua informasi yang tersedia. Analisis ini diupayakan untuk mengetahui kemampuan peminjam dan itikadnya untuk mengembalikan kredit yang diterima.


Tahapan 1 Proses Pemberian Kredit :  Pengumpulan informasi, dokumen dan verifikasi


Inisiasi kredit diawali dengan melakukan proses sebagai berikut:


a. Permohonan Kredit


Pemberian kredit oleh Bank harus didasarkan pada permohonan tertulis dari calon debitur atau berdasarkan penawaran dari Bank yang disepakati calon debitur.


b. Pengumpulan Informasi dan Dokumen


Langkah awal dalam rangka penyusunan analisa adalah mengumpulkan data dari calon debitur.


Data yang diperlukan disesuaikan dengan jenis, nilai kredit dan identitas calon debitur yang diberikan antara lain:


  1. Permohonan kredit

  2. Dokumen perijinan/surat keterangan usaha

  3. Dokumen identitas nasabah

  4. Laporan keuangan

  5. Laporan kredit nasabah (credit history) apabila debitur sebelumnya telah mendapat fasilitas pinjaman dari bank

  6. Copy dokumen jaminan/agunan

  7. Dokumen lain yang diperlukan apabila ada

c. Verifikasi data


Keputusan kredit sangat dipengaruhi oleh keakuratan data dan informasi. Sehingga verifikasi diperlukan untuk memastikan keabsahan data dengan fakta. Beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:


1. On the Spot Checking (OTS)


yang dimaksud OTS adalah kunjungan langsung ke tempat usaha/domisili (calon) debitur. OTS dimaksudkan untuk mengecek kebenaran data dengan melihat secara fisik tampat usaha/domisili dan agunan, serta menggali aktifitas usaha debitur.


2. Bank Checking


Bank Checking dimaksudkan untuk mengecek informasi kredit yang diperoleh debitur sebelumnya beserta kolektibilitasnya.


Metode kredit checking yang dapat dilakukan melalui sistem internal Bank dan Informasi Debitur Individual (IDI) kepada Bank Indonesia


3. Trade Checking atau personal checking untuk kredit konsumsi


Trade checking dimaksudkan untuk mengetahui/menilai debitur dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, hubungan dagang yang telah dilakukan oleh calon debitur, dan bagaimana manajemen perushaan/debitur dalam melakukan kegiatan bisnisny. Trade checking dilakukan kepada sejumlah supplier, pelanggan, distributor, asosiasi terkait usaha debitur, dan pihak lain yang dipandang perlu oleh bank. Checking juga dapat dilakukan dengan kunjungan/penilaian langsung ke lapangan/market checking (misal kepasar) untuk mengetahui brand image dari produk debitur.


Untuk kredit konsumsi, checking dilakukan atas kebenaran data personal calon debitur antara lain seperti data tempat tinggal, penghasilan, pekerjaan, legalitas usaha dan omzet penjualan (untuk debitur wirausaha)


Modul Proses Pemberian Kredit akan terbagi menjadi 5 artikel yaitu Pengumpulan Informasi Debitur, Analisa dan Persetujuan Kredit, Administrasi dan Pembukuan Kredit, Pemantauan Kredit dan artikel terakhir yaitu Pelunasan dan Penyelamatan kredit. Artikel ini merupakan artikel pertama dari modul Proses Pemberian Kredit


Sumber Referensi



http://www.bi.go.id
http://www.ojk.go.id
http://id.wikipedia.org


 Semoga dengan berkunjung ke blog ini anda jadi lebih mengerti mengenai dunia perbankan, jika anda menemukan artikel di blog ini bermanfaat, mohon kesediannya membagikan melalui twitter, google plus dan facebook, agar blog ini bisa terus berbagi ilmu perbankan seperti modul saat ini yaitu modul Proses Pemberian Kredit




Proses Pemberian Kredit 1 : Pengumpulan Informasi Debitur

Sabtu, 08 Maret 2014

Pengertian dan Tindaklajut Temuan Audit di Dunia Perbankan

Peranan pengawasan dalam pengelolaan operasional bank sangat penting bagi manajemen untuk mengendalikan jalannya operasional dalam upaya untuk memastikan bahwa operasional bank telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, sekaligus upaya untuk memitigasi dan meminimalisir risiko yang telah terjadi dan atau akan terjadi sehingga langkah pengamanan preventiv dapat diambil segera. Namun pada artikel ini kami hanya akan membahas tentang aktivitas menindaktanjuti temuan audit.


Tindaklajut Temuan Audit di Dunia Perbankan dan Pengawasan Unit Kerja 1024x1024 Tindaklajut Temuan Audit di Dunia Perbankan dan Pengawasan Unit Kerja


Pengertian dan Tujuan Audit


Audit dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pemeriksaan atau jika dijabarkan, pengertian Audit adalah evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilakukan oleh pihak yang kompeten, kredibel, objektif, dan netral, yang kita sebut auditor. Tujuan Audit yaitu untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima.


Pengawasan unit kerja


Pengawasan pada unit kerja, dapat dilakukan secara internal maupun dilakukan oleh pihak eksternal. Pengawaasn internal umumnya dilakukan dengan membuat kebijaksanaan perusahaan dan dituangkan dalam Standar Operating Presedur (SOP), yang mengatur berbagai hal. Sebagai contoh, SOP yang ditetapkan di kanttor cabang harus mengatur aktivitas kerja, diantaranya adalah.


  • Memisahkan antara fungsi pembuat dengan pencatat, pemegang anak kunci pintu ruang khazanah dengan pemegang kode pintu ruang khazanah, pelaksana dengan pemegang kuasa/otorisasi.

  • Melakukan rotasi pegawai secara berkala

  • Pengaturan cuti

Sedangkan pengawasan pada setiap unit kerja yang dilakukan oleh pihak eksternal dilakukan melalui pemeriksaan atau audit, baik oleh auditor intern maupun oleh Auditor Ektern.. Untuk Bank Umum Milik Negara (BUMN) yang sudah go public cukup banyak pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor, yaitu:


1. Pemeriksaan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI)


Laporan audit ini diperlukan oleh manajemen untuk memastikan bahwa pelaksanaan operasional telah dilaksanakan secara prudent, effisien dan comply dengan peraturan intern maupun peraturan regulator serta sebagai bahan evaluasi untuk melihat posisi bank untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam menetapkan strategy yang akan diambil oleh manajemen bank.


2. Pemeriksaan oleh Auditor Bank Indonesia


Laporan audit ini diperlukan oleh bank Indonesia untuk menilai kinerja dan kondisi bank, sebagai bagian pengawasan Bank Indonesia dalam mengemankan dan mengelola menoter ekonomi serta pengelolaan dana pihak ketiga terjaga dengan baik


3. Pemeriksaan oleh auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKAP)


Laporan audit ini diperlukan oleh pemerintah untuk memastikan dan menilai bahwa bank yang telah melaukan program pemerintah, baik dalam pemberian kredit maupun program bantuan, misalnya program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL)atau Corporate Social Responsibility (CSR)


4. Pemeriksaan oleh Auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)


Laporan Audit ini diperlukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menilai kinerja pemerintah dalam sektor perbankan, sebagai bentuk pengawasan oleh rakyat yang diwakili oleh DPR atas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh pemerintah.


5. Pemeriksaan oleh Auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP)


Bursa efek mewajibkan bank yang telah go public untuk melaporkan Laporan Keuangan yang diaudit oleh auditor KAP. Laporan kuengan dari KAP ini sebagai bentuk transparansi kenodisi keuangan Bank secara rinci dan informasi ini sangat diperlukan bagi investor untuk bertransaksi saham di bursa efek.


6. Pemeriksaan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)


Selain itu, untuk menjaga kualitas laporan keuangan, Bank harus menggunakan jasa audit dari KAP yang telah terdaftar di Bursa Efek. Hasil pemeriksaan oleh Auditor akan dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Audit, yang memuat:


  • Posisi dan kondisi neraca keungan

  • Penyimpangan prosedur

  • Fraud/manipulasi

  • Kerugian dan atau potensi kerugian yang sudah dan atau akan terjadi

  • Evaluasi kelemahan prosedur dan pengawasan

  • Saran perbaikan kepada Auditee atas temua audit

  • Komitmen dari auditee mengenai langkah perbaikan sesuai saran Auditor dan waktu penyelesaiannya

Laporan hasil audit disusun setelah Auditor melakukan analisa dan penelitian melalui pemeriksaan secara online serta pemantauan secara off-site, dan memberikan saran perbaikan serta informasi obyektif atas kegiatan yang direview kepada semua tingkatan manajemen bank. Diharapkan laporan hasil audit mampu mengidentifikasi segala kemungkinan untuk meperbaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan dana. Dengan demikian sudah seharusnya semua pihak yang berhubungan dengan operasional perbankan sangat berkepentingan untuk mengetahui, memhami dan memastikan ats semua temuan berikut permasalahan serta dampak kerugian yang timbul sebagaimana yang tertuang dalam temuan hasil audit untuk segera dilaksanakan perbaikan sesuai waktu yang telah menjadi komitmen bersama.


Pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menindaklanjuti hasil temuan audit


1. Pengetahuan dalam menindaklanjuti hasil Audit


Dalam menindaklanjuti hasil temuan audit maka pegawai bank harus mengetahui prosedur dan proses yang menjadi bidang tugasnya, sesuai job description dan wewenang yang mereka miliki. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pengetahuan yang harus dikuasai pegawai, diantaranya adalah:


  • Job description untuk mengetahui dan memastikan ruanglingkup tugas dan wewenang yang dimiliki, target yang harus dicapai serta key performance indicator (KPI)

  • Standar Operating Procedure (SOP) untuk mengetahui dan memastikan dokumen/formulir yang digunakan, alur dokumen, proses transaksi, fihak terkait.

  • Pengetahuan tentang peraturan produk, jasa dan hukum perbankan.

  • Peraturan/ketentuan dari regulator, antara lain: Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 dan peraturan Bank Indonesia (PBI)

2. Keterampilan dalam menindaklanjuti hasil Audit


Dalam menindaklanjuti hasil audit, terdapat beberapa langkah yang harus dilaksanakan agar tindak lanjut hasil audit tersebut dapat diselesaikan sesuai rekomendasi dan tepat waktu serta mempunyai nilai tambah bagi unit kerja dan pegawai yang berkepentingan.


Tindakan dan langkah yang harus dilaksanakan untuk menindaklanjuti hasil audit adalah menyusun rencana tindak lanjut hasil audit dan disiapkan tepat waktu sesuai dengan rekomendasi audit. dalam menyusun rencana tindak lanjut hasil audit, harus dipastikan:


  • Semua temuan dalam temuan hasil audit telah dikonfirmasi dengan auditor dan dicocokan dengan data

  • Temuan dalam Laporan Hasil Audit berdasarkan pada ketentuan dan peraturan yang berlaku dan permasalahannya telah dibahas dan disepakati bersama

  • Evaluasi tingkat kompleksitas permasalahan dan bahas untuk mendapatkan komitmen waktu untuk menyelesaikan tindak lanjut hasil audit

  • Lakukan pembahasan bersama dengan pihak terkait bahwa rekomendasi dapat dilaksanakan dan dapat meningkatkan kualitas operasional serta effisiensi perusahaan

  • Tentukan car yang dipilih untuk menyelesaikan tindak lanjut hasil audit

  • Siapkan alternatif lain untuk antisipasi apabila cara yang dipilih mengalami kesulitan dalam pelaksanannya

 3. Melaksanakan Rekomendasi dan Tanggapan Hasil Audit


Dalam melaksanakan rekomendasi dan tanggapan hasil audit, terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan, antara lain:


  • Berdasarkan rencana dan jadual waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit, melakukan rekomendasi sesuai  rencana dan jadual waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit tersebut.

  • Apabila terjadi kelambatan dalam melakukan rekomendasi hasil audit, identifikasi permasalahannya dan cari solusi serta waktu yang diperlukan untuk melakukan rekomendasi hasil audit

  • Melakukan revisi rencana tindak lanjut hasil audit atas kelambatan/tertundanya pelaksanaan rekomendasi, dan sampaikan kepada auditor/yang berkepentingan.

  • Menyusun laporan Penyelesaian Tindak lanjut hasil audit. Dalam menyusun laporan penyelesaian tindak lanjut hasil audit, langkah-langkah yang harus dilakukan, adalah:


  • Siapkan format laporan sesuai ketentuan yang berlaku

  • Catat waktu pelaksanaan rekomendasi audit dalam format laporan yang telah disiapkan dan berikan penjelasan/catatan atas rekomendasi audit yang belum dapat dilaksanakan sesuai waktunya

  • Kirim laporan ke auditor /yang berkepentingan dan berikan tembusan kepada fihak terkait

  • Administrasikan dan simpan dokumen/laporan yang telah dikirimkan.


4. Sikap (Attitude) dalam menindaklanjuti Hasil Audit


Setiap pegawai dalam pelaksanaan tugas, termasuk dalam melaksanakan penyelkesaian tindak lanjut hasil audit wajib untuk menjunjung tinggi code of conduct sebagai seorang bankir.


‘Bank sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional yang melakukan usahanya berdasarkan kepercayaan, seharusnya dikelola oleh bankir yang memiliki integritas probadi, kemampuan dan keahlian serta tanggung jawab sosial yang tinggi. Bankir Indonesia dalam mengelola bank secara professional, setiap tingkah laku dan perbuatannya harus sesuai dengan norma dan tata sosial yang berlaku umum. Norma dan tata nilai sikap serta tingkah laku para bankir, prinsipnya dituangkan dalam bentuk kode etit Bankir Indonesia yang harus ditaati dan menjadi pedoman sikap serta tingkah laku para bankir Indonesia, yaitu:


  • Seorang Bankir patuh dan taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan

  • Seorang Bankir melakukabn pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan bank.

  • Seorang Bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat

  • Seorang Bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi

  • Seorang Bankir menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam hal terdapat pertentangan kepentingan

  • Seorang Bankir menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya

  • Seorang Bankir memperhitungkan dampak yang mnerugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Sumber Referensi



Semoga setelah membaca artikel ini pengujung lebih paham mengenai tindak lanjut hasil temuan audit



Pengertian dan Tindaklajut Temuan Audit di Dunia Perbankan